Selasa, 05 September 2017

Legenda Selat Sunda


Syahdan pada zaman dahulu kala, berdirilah sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang adil dan bijaksana bernama Prabu Rakata. Beliau mempunyai dua orang putra, yang paling sulung bernama Raden Sundana dan adiknya bernama Raden Tapabaruna. 

Pada masa itu pulau Jawa dan Sumatra masih bersatu. Suatu hari sang prabu memanggil kedua putranya, beliau menyampaikan niatnya untuk mulai menyepi bertapa brata, karena usianya mulai beranjak tua dan kedua putranya sudah cukup umur untuk diangkat menjadi raja.

Akhirnya sang prabu membagi kedua wilayah kerajaannya kepada kedua putranya, agar tidak ada yang merasa di anak tirikan atau dianggap lebih baik. Dan kedua putranyapun menerima keputusan ayahandanya dengan senang hati.

Raden Sundana mendapat bagian kerajaan kearah timur sedangkan adiknya Raden Tapabaruna mendapat bagian kearah barat. Sang prabupun berangkat setelah menyelesaikan pembagian wilayah kekuasaan kerajaannya kepada kedua putranya.

Tidak membawa banyak perbekalan, sang Prabu Rakata berangkat, hanya membawa sebuah guci pusaka yang selama ini selalu setia menemani dirinya selama menjadi raja. Tanpa terasa waktupun terus berjalan, sudah tahun ke enam sang prabu Rakata menyepi bertapa brata menjadi seorang resi. 

Dari waktu kewaktu kekuatan ilmunya semakin tinggi dan kewaskitaannyapun semakin tajam. Hidup semakin terasa nyaman dan damai. Jauh dari urusan dunia dan hiruk pikuk kehidupan yang terkadang menjadi beban pikirannya selama menjadi raja.

Hingga tiba suatu hari beliau mendapat kabar yang tidak mengenakan hatinya. Telah datang kepadanya seorang abdi kerajaan yang setia mengabarkan bahwa kedua putranya sedang terlibat peperangan.

Menurut sang pembawa kabar, putra sulungnya Raden Sundana telah menyerang kerajaan adiknya sendiri yaitu Raden Tapabaruna, rupanya Raden Sundana tidak cukup puas dengan keputusan yang diberikan ayahandanya saat dulu, sehingga kemudian hari menyerang kerajaan adiknya dengan niat untuk menguasai.

Sang Prabu terkejut mendengar kabar yang disampaikan kepadanya, beliaupun segera berangkat menuju medan pertempuran. Benar saja apa yang telah disampaikan abdi kerajaan itu. Setelah kedua adik kakak itu menyadari kedatangan ayahandanya merekapun segera menarik pasukan masing-masing.

Lalu keduanya menghadap ayahandanya. Prabu Rakata marah besar terhadap kedua putranya, terlebih setelah tahu kalau yang menimbulkan masalah awalnya adalah perbuatan Raden Sundana terhadap adiknya. Prabu Rakata tidak mau mendengar alasan apapun walaupun Raden Sundana memberikan banyak alasan.

Setelah Prabu Rakata mendamaikan kedua putranya, dan menyuruh mereka untuk berjanji agar tidak saling serang apalagi saling menguasai satu dengan lainnya, beliaupun menjejakan kakinya ke bumi dengan keras sekali dan melayanglah tubuhnya ke udara dengan membawa gucinya. Kemudian beliau turun ditepi sebuah pantai dan mengisi gucinya penuh dengan air laut. 

Setelah selesai beliaupun kembali terbang menuju tempat dimana kedua putranya tadi bertempur dengan pasukannya masing-masing. Sesampainya di depan kedua putranya beliau menyuruh keduanya untuk berdiri di wilayah kekuasaanya masing-masing dan semua pasukannyapun diperintahkan untuk berdiri dibelakang rajanya masing-masing. Kemudian Prabu Rakata meminta kedua belah piahak menyaksikan apa yang akan beliau lakukan, dengan segala ilmu kesaktiannya maka air laut yang didalam guci tersebut disiramkannya kepermukaan bumi tepat ditengah kedua putranya yang berdiri berhadapan mengarah ke utara dan selatan. Kemudian gucinya ditaruh di tengah-tengah tempat yang disiram dengan air laut tersebut.

Terjadilah sebuah keajaiban, bumi bergetar dengan hebatnya terus bergetar hingga membentuk sebuah celah jurang yang sanagat dalam dan tinggi, rekahan bumi yang pecah tersebut terus merambat kearah utara dan selatan hingga bertemunya kedua ujung laut utara dan selatan. 

Sejak saat itu terbentuklah sebuah selat yang dinamakan selat SUNDA sebagai peringatan atas perbuatan putranya yaitu Raden Sundana. Sedangkan Guci yang ditinggalkannya kemudian berubah menjadi sebuah gunung yang kemudian hari diberi nama gunung RAKATA atau sekarang di sebut gunung KRAKATAU.

Seorang manusia biasa yang sedang memperbaiki diri.


EmoticonEmoticon